Ceritaku: tawa
Tampilkan postingan dengan label tawa. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label tawa. Tampilkan semua postingan

Senin, 09 April 2018

Jika Nanti Cerita Berakhir
April 09, 20180 Comments
Ini tentang aku dan dia, kawan, teman, sahabat, sohib, atau apapun itu namanyalah. Aku dan dia punya banyak perbedaan, perbedaan yang paling dasar. Perbedaan besar. Entah sejak kapan tepatnya aku dan dia, kami, mulai sedekat ini. Aku tak tahu pasti, tak pernah dengan pasti mengingatnya atau bahkan menghitung waktunya. Semua mengalir begitu saja.
Dia dan /atau aku selalu bercerita, saling menyemangati, saling menegur, saling menasehati  selalu menjadi pencerita dan pendengar.
Entah sejak kapan, aku mulai menceritakan semuanya kepadanya. Entah sejak kapan pula aku hanya menceritakan ‘hal-hal’ tertentu hanya padanya. Entah sejak kapan. Tapi yang aku tau pasti, aku merasa nyaman untuk bercerita padanya.
Aku dan dia memang berbeda, tapi entah dari mana datangnya kesamaan-kesamaan itu. Entah dari mana.
Pernah aku mencoba untuk bercerita, pernah aku mencoba untuk membuka diri padanya, tapi dari hatiku yang paling dalam menolaknya. Tapi kemudian semua cerita tertahan itu sudah berpindah dari kepala dan mulutku ke kepala dan telinganya. Semua tercurah begitu saja.
Aku tau bukan cuma dia yang ada untukku, untuk mendengar cerita-ceritaku. Bukan cuma dia sahabatku. Tapi kenapa selalu dia yang jadi tempat pertama yang tahu semua ceritaku? Setidaknya dia yang selalu menjadi tempat untuk cerita-cerita yang tersulit untuk diceritakan.
Aku bukan orang yang gampang mengumbar perasaan, aku tak akan bisa mengatakan “Bahagia punya teman sepertimu” secara langsung. Aku hanya mampu mengatakannya lewat barisan kata-kata. Aku tahu tak akan mampu untuk menatap matamu dan mengatakan “Terima kasih sudah bersedia mendengarkanku”, sampai kapan pun mungkin aku tak akan mampu.
Tapi aku selalu bersyukur punya kamu, teman, sahabat, yang sudah seperti saudaraku. Tak mudah untukku jujur, aku adalah seseorang yang penuh gengsi dan perasaan malu. Aku tak bisa mengakui secara langsung di hadapanmu kalau aku menyayangimu sahabat, mungkin pernah aku mengucapkan kata itu , tapi di iringi dengan canda tawa. 
Aku selalu berhati-hati dalam setiap obrolan kita, aku tak ingin menyinggung perasaanmu, tak ingin mengusik kenyamanan ini, tak ingin di suatu saat nanti ucapanku akan membuatmu sakit meski tak secara langsung. Aku berhati-hati, sangat berhati-hati untuk bisa tetap menjaga hubungan baik ini. Apakah aku terlalu berlebihan.
Kita memang berbeda, tapi aku tak pernah ingin mengusik perbedaan itu. Menurutku, perbedaan inilah yang kemudian menyatukan kita. Perbedaan inilah jembatan kita untuk saling memahami. Perbedaan ini yang membuat kita tetap berpegangan tangan, bukan begitu??
Banyak waktu yang telah kita lalui, bahkan di saat jarak benar-benar terbentang diantara kita, kita masih bisa bersama. Bahkan di saat perbedaan yang begitu mencolok di antara kita, kita masih bisa melaluinya dan tetap saling terjalin. tu dulu!!!
Banyak kisah yang sudah kita lewati, banyak jalan, banyak cerita, banyak tawa dan airmata, banyak senyum dan kesal, banyak canda, banyak hal yang telah kita bagi bersama. Entah aku yang memang seperti ini atau memang ini yang sebenarnya kenyataanya, aku bahagia punya tempat berbagi. Aku bahagia punya teman sepertimu. Aku …, menyayangimu seperti saudaraku.
Jika suatu saat nanti cerita kita berubah, tak lagi bersama, kumohon bacalah lagi rangkaian kalimat-kalimat ini. Kalimat yang aku tulis dengan tetesan airmata, kalimat yang selalu ada di dalam kepala dan hatiku, kalimat yang mungkin tak akan pernah terucap langsung dari mulutku, kalimat yang tak akan pernah usang, kalimat yang tulus aku tujukan kepdamu.
Jika nanti cerita kita berubah, ingat bahwa aku pernah menjadi sahabatmu. Aku bahagia punya kamu, aku bersyukur telah diberi kesempatan untuk bertemu denganmu dan berbagi bersamamu.
Jika nanti cerita kita berakhir, aku berharap masih ada tempat untukku di hatimu. Masih ada kata sahabat yang terbayang ketika kau atau orang-orang menyebutkan namaku.
Aku benar-benar bersyukur. Terima kasih untuk waktumu, untuk pengertianmu, untuk kata-kata penyemangatmu, untuk semuanya. Terima kasih telah menjadi sahabat terbaikku. Terima kasih.
kau akan tetapku anggap sahabat sampai waktu yang mengubahnya.
Reading Time: